Hukum mengamalkan hadist dlaif
Salah satu masalah khilafiyah yang sudah lama menjadi perdebatan di antara ulama Islam adalah masalah mengamalkan hadist dlaif. Dalam ilmu mustolah hadist ada tiga kriteria besar hadist berdasarkan kekuatan rawinya.
Yang pertama adalah sahih, dimana masuk di dalamnya hadist hasan (bagus). Ibnu Solah mendefinisikan hadist sahih adalah hadist yang hadist yang sanad atau rawinya menyambung dan diriwayatkan oleh ulama-ulama yang terpercaya sampai Rasulullah s.a.w. Ini disepakati oleh para ulama dapat diamalkan asalkan tidak dipertentangkan kesahihannya. Banyak hadist sahih tapi tidak disepakati, ada sebagian ulama menilainya sahih tapi ulama lain tidak. Umumnya hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim telah disepakati kesahihannya. Namun demikian, hadist sahih juga ada tingkatan dan derajatnya.
Derajat hadist sahih adalah sbb:
1. Disepakati imam Bukhari Muslim ini hadist paling kuat.
2. Diriwayatkan oleh imam Bukhari.
3. Diriwaytkan oleh Imam Muslim.
4. Sesuai ketentuan kedua imam tadi tapi keduanya tidak meriwayatkan.
5. Sesuai dengan ketentuan imam Bukhari.
6. Sesuai dengan ketentuan imam Muslim.
7. Hadist sahih riwayat imam lain seperti dari kutab-kitab sunan, dan kitab-kitab sahih seperti susunan Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah.
Yang kedua adalah hadist lemah atau sering disebut hadist dlaif. Ini adalah hadist yang tidak memenuhi ketentuan sahih di atas.
Beberapa penyebab hadist dlaif adalah sanad yang tidak utuh alias terputus, atau diriwayatkan oleh ulama yang buruk hafalannya.
Seperti hadist sahih, hadist dlaif juga mempunyai tingkatan dan derajat, mulai yang sangat lemah hingga yang agak kuat. Hadist paling lemah adalah hadist maudlu' atau palsu. Hadist ini diyakini tidak dari Rasulullah s.a.w. tapi dari perkataan orang yang diklaim dari Rasululllah.
Ibnu Solah membuat kategori hadis dlaif sbb: 1)dlaif (lemah) 2) sangat lemah 3) Wahi (lebih lemah lagi) 4) munkar (diinkari sanad atau redaksinya) 5) Mudlu' (palsu).
Jenis hadist dlaif yang terakhir yaitu maudlu' hukumnya tidak boleh diamalkan dan tidak boleh diyakini dari Rasulullah. Demikian kesepakatan para ulama.
Adapun hadist dlaif yang biasa, seperti yang banyak didapati dalam kitab-kitab hadist, para ulama berbeda pendapat mengenai hukum mengamalkannya.
Secara umum para ulama sepakat, tidak boleh mengamalkan hadist dlaif untuk masalah-masalah pokok agama seperti rukun Islam, halal, haram dan ketauhidan.
Ulama yang berpendapat boleh mengamalkan hadist dlaif untuk masalah agama yang tidak pokok adalah Abdul Rahman bin Mahdi, Ibnu Mubarak, Ahmad bin Hanbal. Bahkan diriwayatkan dari Ahmad bahwa kalau ada pertentangan antara akal dan hadist dlaif maka didahulukan hadist dlaif.
Pendapat kedua mengatakan tidak boleh sama sekali mengamalkan hadist dlaif. Pendapat ini menganggap hadist dlaif semuanya palsu. Ini dipelopori oleh Abu Bakar Arabi. Ulama hadist kontempoprer seperti Albani juga cenderung ke pendapat ini. Pendapat Albani sangat dominan dan diterima oleh kalangan pergerakan Islam Saudi Arbia, atau gerakan yang sering menyebutkan dirinya dengan nama Salafi.
Pendapat ketiga mengatakan boleh mengamalkan hadist dlaif untuk fadlailul a'mal (keutamaan amal). Menurut Ibnu Solah, ini pendapat mayoritas ulama ahli hadist dan ulama fiqih. Namun demikian Ibnu Hajar mensyaratkan ketentuan sbb:
1. Hadist tersebut tidak sangat lemah.
2. Isi hadist tersebut mengacu kepada ketentuan agama yang ada. Misalnya ada hadist dlaif tentang keutamaan sholat malam, ini diterima karena banyak dalil menyebutkan sholat malam.
3. Tidak boleh meyakini bahwa itu hadist benar-benar dari Rasulullah, tapi cukup demi alasan hati-hati. Artinya berpandangan bahwa jangan-jangan itu emang benar dari Rasulullah s.a.w. (Taisir Mustolah Hadist: Ibnu Solah: 34).
Contoh amalan lain yang diperdebatkan oleh sebagian ulama karena perbedaan dalam menilai kedlaifan dan kesahihan sebuah hadist adalah masalah sholat tasbih. Banyak ulama yang melihat hadistnya sahih dan mengamalkannya. Tapi ada beberapa ulama yang meyakini itu dlaif kaka tidak mengamalkannya.
Pesantren Virtual
Sabtu, 16 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar